Belum lagi ketika misalnya saya
pergi ke luar kampus jalan kaki, Ciko selalu mengikut (terkadang berjalan di
depan, di samping, ataupun di belakang). Atau ketika dalam keramaian di kampus Ciko
jalan-jalan dan orang-orang merasa terganggu, saya suruh duduk dan dan dia
langsung duduk. Dan masih banyak lagi pengalaman “kedekatan” saya dengan Ciko.
Sebagai mahasiswa teologi,
pengalaman saya dengan Ciko membawa saya untuk melihat Ciko sebagai salahsatu
gambaran bahwa dari semua ciptaan Tuhan, yang berperasaan itu bukan hanya manusia, tetapi juga ciptaan lainnya.
Dari Ciko, saya melihat lebih luas
lagi. Dalam sebuah diskusi yang kami lakukan pada kegiatan ibadah padang
mahasiswa, beberapa mahasiswa menggambarkan tentang bagaimana alam semesta
dalam kaitannya dengan tradisi lokal bahwa mereka juga mempunyai jiwa. Juga
dalam cerita rakyat Mamasa (Toyolo), binatang,
pohon, juga bisa berbicara sebagai gambaran bahwa mereka juga mempunyai jiwa.
Sangat disayangkan, sudah ada
beberapa aktivitas manusia yang sifatnya malah mengeksploitasi alam hanya untuk
memenuhi kepuasan manusia sendiri, seolah-olah tidak memikirkan bagaimana
ciptaan lain yang ada di alam juga beraktivitas menjalani kehidupannya. Saya
tidak terlalu tahu mengapa manusia bersikap demikian, akan tetapi, saya menduga
mungkin pemahaman bahwa manusia adalah superior
dari ciptaan lainlah yang melatarbelakangi hal demikian.
Dalam mata kuliah Ekoteologi, saya juga menarik satu kesimpulan bahwa mahasiswa diajak untuk membangun sebuah paham tentang bagaimana memandang alam semesta sebagai subjek, bukan objek. Ciko telah menghantar saya pada pandangan yang seharusnya pada alam sekitar saya. Bahwa mereka adalah ciptaan Tuhan, saya juga ciptaan Tuhan.
No comments:
Post a Comment